Ilustrasi dibuat oleh Chat GPT
Izat Rolibi Putra Amin
ARTIFICIAL INTELLIGENCE DALAM RUANG PERSIDANGAN : INOVASI MASA DEPAN, TAPI BELUM SEKARANG
Izat Rolibi Putra Amin
Magister Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Negeri Surabaya.
E-mail: 24131585005@mhs.unesa.ac.id
abstrak :
Artificial intelligence (AI) diperkirakan akan memberikan dampak yang signifikan terhadap berbagai sektor, karena akan terus berkembang dan berinteraksi dengan manusia, meningkatkan efisiensi dan kemudahan dalam melakukan pekerjaan di berbagai bidang terutama pada bidang hukum. Di Indonesia, digitalisasi proses hukum yang berbasis teknologi elektronik telah diterapkan di berbagai negara. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif untuk mempelajari dan memahami hukum sebagai norma, kaidah, asas, doktrin hukum, dan aspek-aspek lain untuk menjawab permasalahan hukum. Penerapan AI dalam sistem hukum memiliki potensi untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut melalui teknologi otomasi. Keputusan untuk menggunakan AI dalam sistem hukum tidak hanya harus selaras dengan prinsip-prinsip hukum tetapi juga dengan nilai-nilai moral yang melekat pada teknologi tersebut.
kata kunci : Artificial intelligence, persidangan, keputusan
PENDAHULUAN
Perkembangan pada Artificial intelligence, akan berpengaruh pada segala sektor. Artificial intelligence yang selanjutnya akan disebut dengan AI akan terus berkembang dan berjalan bersama dengan manusia yang dimana dengan kolaborasi tersebut didasari pada efisiensi dan kemudahan yang diberikan dalam melaksanakan tugas Banyak sekali jenis AI yang yang telah dikembangkan serta memiliki kemampuan masing masing, yang pertama pada Narrow AI merupakan kecerdasan buatan yang memiliki Narrow AI hanya bisa melakukan tugas tertentu dan tidak memiliki kemampuan untuk melakukan tugas di luar bidang spesifiknya. Artificial General Intelligence (AGI) merupakan sistem kecerdasan buatan yang memiliki kemampuan untuk melakukan perintah seperti halnya pada manusia, dengan penjelasan tersebut teknologi tersebut berpotensi memiliki kemampuan manusia dalam beberapa aspek.
Pengembangan kecerdasan buatan akan sangat berdampak dalam jangka panjang, dikarenakan tentu AI akan terus melakukan pengembangan. Selanjutnya pada tahap akhir yaitu Artificial superintelligence (ASI) merupakan teknologi AI pada tahap tertinggi yang dimana sistem tersebut menciptakan pemikiran dan kepandaian manusia karena dapat menganalisis sesuatu perkara secara detail dan ilmiah, mempunyai kebijaksanaan luar biasa dan memiliki kemahiran dalam konteks sosial. Dengan kemampuan yang dimiliki teknologi AI tersebut memang masih dalam konsep pengembangan dan yang membedakan pada teknologi AI pada sebelumnya yaitu kesadaran atau singularitas yang merupakan perkembangan komputasi khususnya jumlah transistor dalam komputer akan berkembang dua kali lipat dalam setiap dua tahun. Dengan perkembangan yang bersifat progresif tersebut tentu memiliki potensi untuk dapat membuat teknologi kecerdasan yang bahkan melampaui kecerdasan pada manusia.
Dengan berkembangnya digitalisasi juga sampai kepada penyelenggaraan sistem hukum dan peradilan. Walaupun sedikit terlambat dibandingkan negara-negara lain, di Indonesia dikenal juga peradilan berbasis teknologi informasi atau peradilan secara elektronik. Digitalisasi proses hukum termasuk melalui pengadilan elektronik telah diterapkan di berbagai negara, dikutip pada laman resmi Mahkamah Agung bahwa saat ini Mahkamah Agung sedang mencoba AI untuk sistem peradilan efisien dan transparan tentu ini akan menjadi suatu kemudahan yang dimana AI akan menjadi sarana untuk mempermudah dalam tahapan proses persidangan, administrasi perkara hingga analisis secara yurisprudensi, namun dengan berjalanya waktu tentu AI akan terus berkembang sehingga dengan kemampuan yang dimiliki oleh teknologi tersebut memiliki potensi terlibat dalam proses persidangan secara langsung, tidak menutup kemungkinan bisa terlibat secara langsung namun hal tersebut tidak bisa dilakukan dalam waktu yang dekat.
Dalam penelitian ini kan menggunakan metode penelitian normatif yaitu penelitian dengan proses penelitian untuk meneliti dan mengkaji tentang hukum sebagai norma, aturan, asas hukum, prinsip hukum, doktrin hukum, teori hukum dan kepustakaan lainnya untuk menjawab permasalahan hukum yang diteliti. dengan berlandaskan pada beberapa teori hukum yang akan diintegrasikan dalam teori singularitas teknologi. Sehingga dengan metode tersebut bisa menemukan pandangan baru dalam norma hukum di indonesia hal tersebut berkaitan dengan teori hukum progresif dari Satjipto Rahardjo yaitu hukum adalah untuk manusia,bukan sebaliknya. Berkaitan dengan hal tersebut,maka hukum tidak ada untuk dirinya sendiri,melainkan untuk sesuatu yang lebih luas dan lebih besar kedepannya. pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan histori (history approach). Dengan melakukan pendekatan perundangan – undangan akan melihat bagaimana teknologi pada AI berkembang, selanjutnya pendekatan histori yaitu dengan menganalisis latar belakang apa yang dikaji dan bagaimana perkembangan pengaturan mengenai isu yang dihadapi.
HASIL PENELITIAN
Penerapan AI dalam persidangan
Mengimplementasikan AI dalam pengadilan elektronik perlu mempertimbangkan juga dalam jalannya proses persidangan yaitu pada “asas due process of law” atau hukum yang ditegakan harus adil, memang terobosan ini diperlukan pada saat ini karena dengan melandasakan pada asas peradilan utama, yakni peradilan yang cepat, transparan, dan biaya ringan. Inovasi yang dilakukan tersebut adalah dengan mengganti sistem administrasi beracara di pengadilan yang pada mulanya manual kini menjadi berbasis online. Namun pelibatan AI dalam proses pengadilan memerlukan analisis resiko yang ditimbulkan AI yang dimana basis kinerja AI itu menggunakan algoritma sehingga kemampuan dalam menentukan keputusan dan menganalisis fakta hukum akan mengalami kesalahan, karena pada dasarnya apa yang dihasilkan pada AI itu tidak bisa memahami konteks sosial seperti aspek pada moral, nurani dan keadilan secara substantif seperti halnya pada paradigma hakim yaitu wajib mengkaji nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat, sehingga dengan ketentuan tersebut memberikan perubahan prespektif peradilan kedepan lebih baik. Ketentuan bisa dijadikan landasan yuridis untuk membantu hakim tidak hanya menemukan atau menciptakan keadilan. Regulasi saat ini belum ada yang sangat spesifik dalam mengatasi eksistensi penggunaan AI itu, sehingga perlunya regulasi khusus dan spesifik sehingg jika perkembangan AI masuk pada tahap kinerja yang melampaui manusia dapat diatasi dengan regulasi yang spesifik dengan berbagai situasi.
Dengan pembahasan diatas maka eksistensi AI dalam proses peradilan ini perlu diperhatikan agar kepastian hukum akan memberikan rasa aman serta akan menjadikan kehidupan sosial yang baik. Hal tersebut harus diberikan suatu batasan penggunaan AI dalam memutus kebijakan atau sanksi dalam perkara tersebut. Bisa diartikan bahwa kebijakan bisa didukung dengan teknologi kecerdasan buatan sebagai gambaran atau data yang ada namun harus ada validasi dan tentu batasan dalam mencegah hal yang dinilai mulai menyimpang.
Dalam proses hukum acara pidana yaitu “asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan” merupakan salah satu pondasi utama dalam KUHAP yang bertujuan menghindari proses penegakan hukum yang lama serta melindungi hak asasi manusia. Penerapan AI dalam sistem peradilan memiliki potensi besar untuk mewujudkan asas tersebut melalui teknologi otomasi yang membantu dalam proses acara peradilan walaupun pada saat ini secara administratif. Penggunaan AI dalam proses peradilan memiliki potensi dalam meningkatkan kemudahan dalam menegakan keadilan bagi aparat penegakan hukum dengan cara mengurangi beban tugas secara administratif, sehingga hal tersebut juga menjadi langkah mudah untuk meraih kepastian hukum.
Peran AI memang saat in hanya sebatas membantu proses administrasi perkara dan belum sampai pada tahap hukum acara persidangan. Penjatuhan hukuman tetap menjadi kewenangan hakim karena hakim dalam mengeluarkan putusannya didasarkan pada paradigma hakim. Keyakinan yang dimiliki untuk memutuskan suatu perkara peradilan bahwa seseorang bersalah atau tidak bersalah masih sangat mustahil dimiliki oleh AI. Namun perlu diperhatikan, perkembangan pada AI akan sangat berpengaruh sekali di berbagai bidang termasuk hukum. Dibuktikan dengan beberapa teknologi AI yang telah dibuat akan terus berkembang dan berjalan bersama dengan manusia dengan kolaborasi yang didasari pada efisiensi dan kemudahan yang diberikan dalam melaksanakan tugas yang diperintahkan oleh manusia. teknologi dalam bidang hukum tentu merupakan langkah penyesuaian terhadap perkembangan teknologi dalam ranah hukum. Seperti berkembangnya teknologi di bidang hukum terlihat jelas pada munculnya e-court. Inovasi e-court merupakan rangkaian proses persidangan yang dilakukan secara online. Adanya sistem ini dianggap akan berdampak baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap profesi advokat. Jika melihat lebih jauh, telah lahir sebuah produk artificial intelligence yang bergerak pada proses persidangan. Penggunaan AI dalam peradilan tentu akan membantu dalam memberikan akses dalam proses peradilan, namun saat ini hanya sebatas administrasi saja, perlu diketahui apakah dengan berkembangnya zaman tentu akan bersamaan juga dengan berkembangnya AI tersebut sehingga memiliki potensi dalam proses peradilan secara langsung,.
Sesuai dengan “asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan” menerapkan AI dalam sistem peradilan elektronik perlu mempertimbangkan juga dalam jalannya proses persidangan yaitu pada asas due process of law atau hukum yang ditegakan harus adil, memang penerapan AI dalam sistem peradilan sangat diperlukan dalam meberikan kepastian hukum dalam suatu perkara, saat ini karena dengan mengedepankan asas peradilan utama, yakni peradilan yang cepat, transparan, dan biaya ringan. Penerapan AI dalam sistem peradilan yang dilakukan tersebut adalah dengan mengganti sistem administasi pada pengadilan yang sebelumnya dilakukan secara manual menjadi berbasis teknologi.
Didalam penelitian “Robot as Legal Person: Electronic Personhood in Robotics and Artificial Intelligence” oleh Sergio M. C. Avila Negri menyatakan bahwa -dasar ontologis yang memisahkan orang dan robot telah dilihat tidak cukup untuk menghapus pembelaan pribadi hukum dari artefak robotik dengan kecerdasan buatan kecerdasan. Jika peraturan hukum memberikan personalitas hukum pada asset dimaksudkan untuk tujuan tertentu, seperti yayasan, tidak diragukan lagi tidak diragukan lagi bahwa bakat untuk memperoleh hak dan kewajiban tidak secara eksklusif hanya dimiliki oleh manusia. Hal tersebut juga didukung dengan Teori singularitas teknologi yaitu skenario teoritis yang dimana pertumbuhan teknologi menjadi tidak terkendali dan tidak dapat dipulihkan, yang berujung pada perubahan besar dan tak terduga pada peradaban manusia. sangat mendekati potensi dalam menjadi subjek hukum dengan dukungan beberapa kemampuan AI yang telah dijabarkan dan kemampuan tersebut memiliki hampir melampaui manusia, jika dikaitkan dengan subjek hukum Pada dasarnya setiap manusia atau natuurlijk persoon memiliki kecakapan. Kecakapan yang dimaksud beberapa telah dimiliki salah satu jenis AI yaitu ASI (Artificial Super Intelligence) adalah tingkat tertinggi dari kecerdasan buatan, ASI bisa memiliki kecerdasan dalam memecahkan masalah. Dengan kemampuan problem solving yang dimiliki oleh AI namun hal tersebut bukan berarti tidak bisa menggantikan posisi hakim dalam menentukan keputusan dalam proses peradilan.
Peran seorang hakim dalam menentukan putusannya terlebih dahulu harus menelaah fakta dan peristiwa yang terungkap dari para pihak. Terhadap hal yang terakhir ini, Hakim juga harus memvalidasi peristiwa dan fakta tersebut secara konkrit. Sehingga hakim dapat menentukan sebuah putusan tepat dan memberikan sebuah kepastian hukum dalam menentukan keadilan bagi para pihak di dalam persidangan peran AI akan tercipta jika memiliki scenario sebagai tools atau memberikan wawasan atau rekomendasi kepada hakim dalam menentukan sebuah keputusan, sehingga terciptanya kolaborasi antara AI dan hakim, karena dalam menentukan keputusan perlu landasan kebijakan dan kerangka kerja etis yang jelas untuk mengatur peran dan batasan masing-masing. Pengembangan AI di bidang hukum harus mengutamakan prinsip kehati-hatian, memastikan bahwa teknologi digunakan untuk mendukung keadilan dan bukan menggantikan peran hakim manusia.
Dalam proses peradilan dalam menentukan keputusan perlunya kemampuan seorang hakim dalam dalam memutus perkara peradilan tidak hanya melandasakan pada Undang-undang saja, namun harus sesuai juga dengan nilai moral yang ada di hati nuraninya. Kemudian dalam konteks Hakim sebagai penegak hukum seharusnya Hakim dalam mengadili perkara selain bersandar kepada Undang-undang juga berlandaskan pada norma-norma yang hidup dalam masyarakat sehingga putusan yang dihasilkan memberikan kepastian hukum yang akan mengantarkan pada keadilan.
KESIMPULAN
Disini penulis menyimpulkan mungkin saat ini AI dalam sistem peradilan hanya digunakan adalah dengan mengganti sistem administrasi pada pengadilan yang sebelumnya dilakukan secara manual menjadi berbasis teknologi, namun perlu diperhatikan juga dengan pesatnya perkembangan teknologi AI kedepannya banyak sekali improvisasi yang diberikan dalam teknologi tersebut, terutama pada bidang hukum teknologi kecerdasan buatan maka akan ada terobosan dalam menanamkan nilai moral dalam suatu teknologi serta beberapa paradigma yang dimiliki oleh hakim dalam teknologi tersebut, saat ini banyak orang akan berpendapat bahwa AI tidak bisa dilibatkan dalam proses pemutusan perkara dalam peradilan, karena untuk saat ini keterbatasan AI terletak pada moral yang dimana hal tersebut hanya dimiliki oleh manusia sajam dan itu sangat berpengarug pada keyakinan seorang hakim dalam menentukan suatu peradilan dan mempertimbangkan keadilan yang ditimbulkan dari keputusan suatu perkara peradilan.
REFERENSI :
Aliff Nawi, Mohd Faiz Mohd Yaakob, Zalmizy Hussin, Nadia Diyana Mohd Muhaiyuddin, Mohd Al Adib Samuri, and Ab. Halim Tamuri. “Keperluan Garis Panduan Dan Etika Islam Dalam Penyelidikan Kecerdasan Buatan.” Journal of Fatwa Management and Research 26, no. 2 (2021): 280–297.
Annisa, Annisa. “Analisis Hukum E-Litigasi Jo. Perma Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Administrasi Perkara Dan Persidangan Di Pengadilan Secara Elektronik Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Jo. Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2.” Negara dan Keadilan 9, no. 2 (2020): 178.
Arianto, Henry. “Peranan Hakim Dalam Upaya Penegakan Hukum Di Indonesia.” Lex Jurnalica 9 (2012): 15. digilib.esaunggul.ac.id
Avila Negri, Sergio M.C. “Robot as Legal Person: Electronic Personhood in Robotics and Artificial Intelligence.” Frontiers in Robotics and AI 8, no. December (2021): 1–10.
Azizah. “Mahkamah Agung Republik Indonesia.” Accessed February 19, 2025. mahkamahagung.go.id
Fernando, Zico Junius. “AI HAKIM: MEREVOLUSI PERADILAN YANG BERINTEGRITAS, BERMARTABAT, DAN MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN HAKIM.” JUDEX LAGUENS 2, no. 2 (2024): 141–166.
Helmi, Muhammad. “Penemuan Hukum Oleh Hakim Berdasarkan Paradigma Konstruktivisme.” Kanun Jurnal Ilmu Hukum 22, no. 1 (2020): 111–132.
Jailani Tanjung, Ahmad Kodir, Hari Purwadi, and , Hartiwiningsih. “Paradigma Hakim Dalam Memutuskan Perkara Pidana Di Indonesia.” Jurnal Hukum dan Pembangunan Ekonomi 7, no. 1 (2019): 39.
Muhaimin. METODE PENELITIAN HUKUM. Mataram University Press, 2020.
Prananingrum, Dyah Hapsari. “Telaah Terhadap Esensi Subjek Hukum: Manusia Dan Badan Hukum.” Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum 8, no. 1 (2014): 73–92.
Rochim, Ahmad Abdul. “Kecerdasan Buatan: Resiko, Tantangan Dan Penggunaan Bijak Pada Dunia Pendidikan.” Antroposen: Journal of Social Studies and Humaniora 3, no. 1 (2024): 13–25.
Thaba, Suryani. “EFEKTIVITAS PELAKSANAAN E-COURT SEMASA PANDEMI COVID-19 DI PENGADILAN AGAMA SORONG.” MUADALAH: Jurnal Hukum 1 (2021): 1–18.
Tresnawati, Dewi, Yomi Guno, I Putu Satwika, Ary Setijadi Prihatmanto, and Dimitri Mahayana. “Artificial Intelligence Serta Singularitas Suatu Kekeliruan Atau Tantangan.” Jurnal Algoritma 19, no. 1 (2022): 172–179.
Wijaya, N B A. “Peranan Teori Hukum Pada Peradapan Digital Revolusi Industri 4.0.” Jurnal Kewarganegaraan 7, no. 2 (2023): 2571–2585.
“Apa Itu Kecerdasan Buatan (AI)?” Accessed October 1, 2024. ibm.com
“Urgensi Undang-Undang Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence) | Sekretariat Negara.” Accessed December 4, 2024. https://www.setneg.go.id/baca/index/urgensi_undang_undang_kecerdasan_buatan_artificial_intelligence.