Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Madiun

Diskominfo KOTA MADIUN

MADIUN – Kualitas pendidikan harus merata. Harapannya, tidak ada pemikiran sekolah favorit atau sebaliknya. Pemerintah terus berupaya meratakan kualitas pendidikan tersebut dengan berbagai kebijakan. Hanya, kebijakan terkadang menimbulkan gejolak di masyarakat. Seperti yang terjadi saat Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tingkat SMA saat ini. Sistem jarak yang diterapkan pemerintah pusat dinilai merugikan sebagian masyarakat. Koordinasi antar stake holder terkait di daerah intensif dilakukan. Salah satunya, melalui Forum Koordinasi Kehumasan dan Jumpa Pers yang digelar Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Madiun, Kamis (20/6).

Forum koordinasi dengan tema Pemerataan Kualitas Pendidikan di Kota Madiun Melalui Pelaksanaan PPDB 2019 ini dirasa penting mengingat SMA sederajat menjadi kewenangan pemerintah provinsi. Sedang, masyarakat cukup banyak yang mengadu ke pemerintah daerah. Walikota Madiun Maidi ogah hanya berdiam diri. Kepala Cabang Dinas Pendidikan Jawa Timur Wilayah didatangkan agar memberikan pemahaman langsung kepada masyarakat.

‘’Memang bukan wewenang kami. Tetapi sebagai pemerintah kan harus memfasilitasi masalah yang terjadi di masyarakat. Melalui Forum Kehumasan ini diharapkan dapat sedikit menguraikan masalah,’’ kata walikota.

Walikota menambahkan muncul masalah di Kota Madiun untuk PPDB tingkat SMA kali ini. Banyak siswa yang belum mendapatkan sekolah. Salah satunya, di Kecamatan Manguharjo. Kuota di kecamatan tersebut berkurang drastis. Sebab, SMAN 3 Taruna Angkasa memberlakukan kuota nasional. Artinya, jarak tempat tinggal sudah tidak lagi berlaku. Mereka yang bertempat tinggal dekat dengan SMAN 3 Taruna Angkasa tentu dirugikan. Sebab, kalah bersaing berdasar jarak saat mendaftar di sekolah lain.

‘’Dari 300 kuota SMAN 3, hanya 29 pendaftar dari Kota Madiun. Karena SMAN 3 ini jalurnya jalur nasional, harusnya di sekolah lain rombel (rombongan belajar)-nya ditambah untuk mengganti kuota SMAN 3 yang banyak diisi dari luar daerah tersebut,’’ kata walikota.

Walikota mengaku akan berkoordinasi dengan pemerintah provinsi terkait itu. Bahkan, juga bersurat kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pihaknya akan berupaya menambah kuota dengan memaksimalkan rombel. Walikota menyebut satu rombel saat ini hanya diisi 32 siswa. Padahal secara aturan, maksimal rombel dalam satu kelas dapat 36 siswa. Tambahan empat kursi dalam tiap kelas di semua sekolah tentu sedikit dapat menampung anak-anak yang belum mendapatkan sekolah.

‘’Ini cukup memungkinkan. Tidak menabrak aturan dan tidak perlu menambah kelas ataupun guru. Kalau harus menambah satu kelas langsung tentu tidak bisa segera,’’ ungkapnya. (lucky/ws hendro/agi/diskominfo)